Rabu, 18 Agustus 2010

SALAFI DALAM TIMBANGAN

Arti Salaf

Yang dimaksud dengan salafiyyin menurut mereka sendiri (kalangan salafi)- sekalipun kita akan membahas dan menyelidiki kebenaran ini nantinya, ialah mazhab salaf. Paham ini timbul pada abad 4 H, dari kelompok ulama Hambali dan mereka menaganggap bahwa ini adalah pendapat Imam Hambal yang menghidupkan paham salaf dan menolak semua paham yang lain. Kemudian paham ini timbul kembali pada abad 7 H yang dipelopori Ibn Taimiyah, yang menimbulkan kegoncangan umat dengan pemikirannya yang menghukum kafir bagi mereka-mereka yang tidak sependapat dengannya. Lalu pada abad 12 H paham ini kembali timbul, dihidupkan kembali oleh Muhammad bin Abd Wahhab di Jazirah Arabiyah dengan semangat kembali ke paham Salaf dan telah menimbulkan berbagai fitnah dan peperangan dengan umat dan ulama pada masa itu.
Pembahasan mereka seputar masalah tauhid, persoalan ayat-ayat mutasyabihat dan yang lainnya. Masalah ini mulai muncul pada abad 4 H, mereka mengatakan bahwa ini pendapat Imam Ahmad Bin Hambal, sekalipun sebahagian ulama-ulama Hanabilah atau Hambaliyah menolak hal ini.
Pertentangan hebat terjadi antara kelompok ini dengan pemahaman Asy’ari dan Maturidi yang mendominasi paham umat Islam dalam keyakinan. Baik paham salafiyah ataupun Asy’ari dan Maturidi sama-sama menganggap kelompoknya berpaham salaf yang sebenarnya.

Manhaj Salafiatau salafiyah

Kelompok Mu’tazilah mengambil pola menetapkan akidah dengan kaidah-kaidah falsafah yang beroreantasi pada Mantiq Yunani dengan menempuh jalan falsafah seperti perdebatan dan munazharah. Hal ini juga berlaku pada kelompok Asya’irah dan Maturidiyah . Sementara kaum salafi menolak semua cara berfikir ini, mereka ingin mengemabalikan masalah akidah pada periode sahabat dan tabi’in dengan al-Kitab dan as-Sunnah.
Ibn Taimiyah dalam risalah Ma’arijil Wushul menerangkan kelompok-kelompok yang memahami aqidah. Pertama, Ahli falsafah, kedua, Mutakallimin (Mu’tazilah) yang mereka itu mendahulukan cara berfikir dengan Istidlal ‘Aqliyah daripada al-Qur’an, mereka mentakwil sesuai dengan akalnya sekalipun mereka tidak keluar dari aqidah al-Qur’an, ketiga, adalah kelompok yang meneliti kandungan dalam al-Qur’an tentang masalah-masalah akidah untuk difikirkan lantas beriman dengannya, dan seluruh apa yang ada dalam al-Qur’an diambil bukan sebagai dalil untuk menerangi atau mendukung akal tetapi bahwasanya al-Qur’an itu mengandungi ayat-ayat Ikhbariyah yang wajib diimani seluruhnya tanpa menggunakan istimbat akal. Inilah kelompok al-Maturidy yang menggunakan akal untuk menjadi dalil atas akidah-akidah al-Qur’an. Keempat, mereka yang beriman dengan al-Qur’an baik akidahnya dan dalil-dalilnya tetapi mereka masih juga menggunakan dalil-dalil akal sebagai tambahan dalil-dalil al-Qur’an dan As-Sunnah . Kelompok ini adalah kelompok Asya’irah.
Ibn Taimiyah menyatakan bahwa Manhaj Salaf tidak termasuk dalam kelompok yang empat ini. Tetapi merupakan kelompok tersendiri. Menurutnya persoalan akidah mesti diambil dari Nash. Dalil-dalilnya juga mesti dari Nash. Kelompok Salafi ini tidak percayadengan akal karena akal dapat menyesatkan. Berbeda dengan Nash karena dia adalah wahyu yang diberikan kepada Rasulullah Saw. Mereka menganggap bahwa kaidah-kaidah aqliyah adalah bid’ah dalam Islam yang tak pernah dikenal pada masa sahabat dan tabi’in. Kesimpulannya bahwa mazhab salaf menurut gambaran Ibn Taimiyah ialah mengenal akidah dan hukum-hukum serta seluruh yang berkaitan dengan itu haruslah dari al-Qur’an dan Sunnah dan tidak ada tempat bagi akal untuk menyokongnya .

Al-Wahdaniyah (keesaan Tuhan)

Dalam pandangan salafi Wahdaniyah adalah dasar pertama dari Islam merupakan kebenaran yang tidak dapat dibantah. Mereka mentafsirkan keesaan Tuhan ini dengan yang telah diyakini oleh kaum muslimin secara umum, tetapi mereka tidak sepakat dengan Jumhur kaum muslimin dalam beberapa hal yang mereka anggap sebagai kesyirikan, seperti bertawassul kepada hamba-hamba Allah, menghadap kebatu nisan ketika berdoa ke kuburan Nabi dan Wali, mereka bverpendapat semua ini adalah kesyirikan. Inilah defenisi mazhab salaf menurut mereka. Sedangkan Wahdaniyah menurut ulama Islam terbagi tiga, pertama Tauhid Zat, kedua Tauhid Sifat, ketiga Tauhid Af’al.
Ibn Taimiyah menggambarkan lagi bahwa mazhab salaf mengakui apa yang tertera dalam al-Qur’an dan Sunnah tentang sifat-sifat Allah secara zahirnya seperti al-‘Alim, al-Hakim, Ghadhab, Istiwa’ ‘alal ‘Arsyi, Yad, Wajah. Mereka menetapkan bahwa Allah bersemayam (Istiqrar alal ‘Arsyi). Tanpa takwil dan tafsir dipahamkan hanya sebatas zahirnya saja. Tuhan mempunyai Yad tapi bukan seperti Yad manusia. Inilah pendapat salaf menurut Ibn Taimiyah. Mentakwil menurut mereka adalah mentahrif (merobah-robah) al-Qur’an.
Jelasnya menurut Ibn Taimiyah tentang ayat atau hadits yang mutasyabihat yang utama adalah di tafwidh (diserahkan maknanya yang hakiki kepada Allah SWT). Contoh firman Allah yang mengatakan “Yadullah fauqa Aydihim”,


Salah Satu Paham Ibn Taimiyah
Bahwa Allah mempunyai Yad (tangan) tapi bukan seperti tangan makhluk.
‘Yad (tangan) itu di atas tangan manusia’.

Paham Salaf As-Sholeh sebenarnya
Bahwa pengertian Yad tidak bisa diartikan dan hanya Allah yang mengetahuinya. Diserahkan pengetahuan itu kepada Allah SWT dan tidak ada pentakwilan.

Kesalahan atau kesesatan Ibnu Taymiyah dan kelompok salafiyah
Mereka mengganggap sifat-sifat allah itu harus di tafwidh (diserahkan maknanya yang hakiki kepada Allah SWT), tapi tafwidh mereka sama sekali berbeda dengan tafwidnya para ulama Salaf As-Sholeh yang sebenarnya, tafwidh yanb benar ialah..bukan sesat seperti mereka
Make takwil tp bagiyang benar mampu akan tetapi tdk semuanya, silakan rujuk kembali ke tafsir ibnu katsir yang asali diantaranttya ada di perpustakaan iain dan telah bebbentuk manuskrip, inbnu kastir yang dicetak pihak Saudi atau percetakan orang-orang salafi di Indonesia.

Wahdaniyah fil ‘Ibadah

Menurut mereka pemahaman wahdaniyah fil Ibadah ini adalah seorang tidak memaksudkan beribadah kecuali hanya karena Allah, keyakinan ini membawa kepada dua kemestian
Pertama, Allah adalah Esa dan tidak ada satupun yang mempunyai sifat ketuhanan kecuali Allah. Dan barang siapa yang mensekutukan Allah dalam Ibadah sesungguhnya dia telah menjadi musyrik dan barang siapa yang menyamakan antara makhluk dan khaliq dalam ibadah maka samalah dia dengan menganggap ada Tuhan selain Allah sekalipun dia meyakini keesaan Allah. Karena orang musyrik Arab dahulu itu tetap mengakui bahwa Allah SWT Esa dan pencipta langit dan bumi seperti firman Allah SWT : Walain Saaltahum Man Khalaqas samawati wal Ardh layaqulannallah. Artinya dan jika engkau (Muhammad) bertanya kepada mereka siapakah yang menjadikan langit dan bumi, pasti mereka akan mengatakan Allah. Mereka tetap musyrik walaupun mereka meyakini Allah sebagai pencipta langit dan bumi karena mereka itu mengibadahi yang lain bersama Allah.
Kedua, pengibadahan kepada Allah harus sesuai dengan syari’at melalui Rasulullah Saw. Dan kita tidak beribadah kepada Allah dengan yang wajib, yang sunnah atau yang harus yang dimaksudkan untuk keta’atan kepada Allah. Ibn Taimiyah mengatakan berdoa adalah termasuk dalam ibadah maka barang siapa yang berdoa kepada makhluk baik yang telah mati atau yang hidup dan melakukan istighatsah kepada mereka berarti ia telah membuat bid’ah dalam agama, dan menjadi seorang musyrik. Dan barang siapa memohon kepada Allah dengan perantaraan makhluk atau bersumpah atas nama Allah dengan makhluk maka dia telah menjadi seorang pembid’ah.
Ibn Taimiyah membangun mazhab salafnya dengan tiga perkara :
1. Melarang bertaqarrub kepada Allah dengan perantaraan orang-orang soleh dan para wali.
2. melarang Istighatsah dan bertawassul kepada orang mati dan hidup.
3. melarang menziarahi kuburan orang soleh, para wali dan Nabi-nabi.
Pemikiran Ibn Taimiyah ini mendapat keritikan oleh beribu-ribu ulama Ahlussunnah wal-Jama’ah hingga zaman sekarang.
Pada abad 12 H lahirlah pemikiran wahabi yang dipelopori oleh Muhammad bin Abd Wahab wafat tahun 1787 M di Arabiyah. Aliran pemikiran beliau tidak ada bedanya dengan Ibn Taimiyah bahkan lebih sempit lagi sehingga dapat dikatakan beliau menghidupkan kembali pemikiran Ibn Taimiyah yang telah mati berabad-abad. Persoalan yang diangkat tidak ada bedanya dengan apa yang diangkat Ibn Taimiyah.
Di Indonesia paham ini telah memasuki areal dakwah Ahlussunnah Wal-Jama’ah bermula dari pergerakan Paderi di Minangkabau sekitar tahun 1802 M bersamaan dengan pulangnya Haji Miskin dan kawan-kawannya dari menunaikan ibadah haji, mereka itu digelar dengan “harimau nan salapan”. Hanya orang belum mengenal akan ajaran itu, mereka dinamakan kaum paderi, berpakaian serba putih, mereka mengadakan perombakan masyarakat secara radikal, dan dalam banyak hal menggunakan kekerasan, sehingga terjadi peperangan antara mereka dengan pemerintahan kolonial Belanda, yang menggunakan kesempatan itu dengan dalil membantu adat penduduk asli untuk melebarkan sayap penjajahannya. Sesudan daerah Sumatera Barat itu diduduki Belanda, ajaran salaf yang dibawa oleh kaum paderi, diteruskan oleh ulama-ulama, yang ketika itu dinamakan kaum muda, terutama dipelopori oleh syekh Muhammad Abdullah Ahmad (1878-1933), syek Haji Abdul Karim Amrullah (1879-1945), syekh Muhammad Jamil Jambek (1860-1947), syekh Muhammad Ibrahim Musa Parabek (1884-1963), syekh Haji Muhammad Thaib Umar (1874-1920) dan lain-lain, dalam bentuk ceramah, pengajian, madrasah dan sekolah, terutama pesanteren-pesanteren yang dinamakan “Sumatera Thawalib). Disamping itu penyiaran dilakukan dengan pengiriman guru-guru keseluruh Sumatera dan menertibkan majallah-majallah, seperti al-Munir (1918), dibawah pimpinan Zainuddin Labai al-Janusi, tokoh-tokoh lain dengan al-Bajan, al-Imam, al-Basyir, al-Ittiqan, dan lain-lainnya.



Sikap kita

Oleh karena ajaran salafi ini begitu sempit/selalu textual tanpa kenal kompromi maka jelaslah kesesatan mereka,mereka mengkafirkan/membid`ahkan orang-orang yang tidak ikut manhaj mereka,pada awal mereka menguasai Saudi Arabia, 60 ulama syafi`iyyah dibunuh oleh mereka karena melakukan hal-hal yang dianggap mereka bid`ah/sesat,seperti tahlil,takhtim,istighotsah,maulid,zikir jama`ah dll.
Mereka begitu membabi buta terhadap golongan selain mereka sehingga banyak ulama diusir oleh mereka ketika mereka berkuasa(mereka mendapat dukungan dari raja su`ud yang telah merampas kerajaan Saudi Arabia dari kerajaan turki utsmani)

Bisa dirUJUK KESEMUA KITAB-KITABNYA, di rumah ust.syafii umar lubis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar